Serejang

se·re·jang (adv) waktu yg sangat singkat; sekilas. Seperti pikiran manusia, seperti pikiranku. Melompat, menerjang, benderang, lalu hilang. Di sini, aku berusaha menangkap dan menatanya.

PERJALANAN SAPIH MARZIYA DI UMUR 3 TAHUN

Marziya sudah di-sounding untuk disapih dari sebelum umur dua tahun. Awalnya dia hepi hepi aja dan jawab iya kalau dibilang “udah gede” dan “berhenti ninan”. Lama-lama makin ngerti artinya, munculah berbagai macam jurus ngeles dan berkelit.


“Dedek sudah besar ya, Masya Allah, makin pinter, makin banyak bisa, ninannya udahan ya, nanti kita minum susu pake gelas, terus bobonya dipeluk Ibu sambil cerita”
“Dedek kan masih kecil!”
Setiap dibilang udah besar, dia ngambek.

Beberapa hari kemudian,

“Dedek udah besal!”
“Berarti udah ga ninan dong?”
“Enggak enggak, Dedek udah besal sih, tapi masih ninan!”


Begitu terus kejadiannya selama beberapa bulan. Semakin lama memang frekuensi DBF-nya makin berkurang dengan banyaknya dia main dan makan. Tapi kalau mau tidur siang dan malam selalu DBF.
Ikhtiar kami menyapih agak tertunda waktu mempersiapkan keberangkatan ke Swedia dan beberapa minggu awal disana. Waktu itu bagi kami yang penting Marzi nyaman, rileks, bisa ngikutin hectic-nya kami dan beradaptasi dengan baik dulu.
Habis masa adaptasi, kami mulai coba lagi sounding-nya. Masih mental juga kalo pake dialog, tapi frekuensi DBF waktu siang di waktu non-tidur makin berkurang dan akhirnya hilang. Di malam hari juga makin jarang kebangun minta ninan. Tapi kalau menjelang tidur, bisa ngamuk kalau gak dikasih DBF.

Sempet dapet banyak masukan dari keluarga dan teman untuk ngolesin jamu yang pait pait supaya Marzi jadi ogah dan berhenti dengan sendirinya. Tapi setelah berpikir-pikir kayaknya ini gak akan berhasil karena

1.Ibu dan Papanya waktu kecil dipakein cara itu gak mempan, malah dilap dan lanjut ninan lagi wkwk

2.Akar masalahnya Marzi yang menghambat sapih bukan berhenti DBF, tapi jatuh tertidur tanpa DBF

Jadi, yang dibutuhkan untuk menghentikan DBFnya Marzi adalah sleep training.
Kami puter otak cari cara buat bantu Marzi terlelap sendiri, sleep routine yang ala ala mandi-makan bareng- sikat gigi- baca cerita- kamar tenang udah dilakuin, aktifitas fisik juga dibanyakin, malah emaknya yang ketiduran pas ngelonin anaknya seger :’). Marzi pun nggak ngedot, gak punya kebiasaan2 khusus yang bikin tenang dan lelap kayak meluk guling, ngenyot jempol atau punya benda kesayangan. Ibu binguuung dan cukup desperate karena Marzi udah mau tiga tahun, Ibu juga udah capek banget menyusui anak segede gitu sampai uring uringan wkwk.
Sampai akhirnya kami mencoba metode “cry it out“, yang membiarkan bayi bobo sendiri di kamar. Walaupun anak menangis harus tetep dibiarin sampai akhirnya dia tertidur kecapekan atau belajar menenangkan dan melelapkan diri sendiri. Agak berat hati sih, tapi tetep dicoba daaaan…
gagal.
Selama sekitar dua minggu di waktu tidur siang (dan sesekali di waktu tidur malam), Marzi jerit jerit gak berhenti hampir 20 menit. Ibu nungguin depan pintu sambil megangin gagangnya (karena gak bisa dikunci dan Marzi kadang berusaha narik) sambil zikir karena gak tega bund denger nangisnya :'(. Emang sih endingnya bisa jatuh tidur sendiri tapi kok ya gak sreg ke hati dan Marzi gak berhenti-berhenti paniknya tiap ditinggal untuk bobo sendiri. Bahkan sampai sekarang masih ada efek samping traumanyanya, setiap dia lagi nangis kejer dan ngerasa vurnerable dan Ibu berusaha nenangin,


“Marzi kesel ya Nak, gak apa apa kok nangis, Ibu disini temenin Marzi”

Marzi selalu bales


“Ibu gak ada disini! Ibu ga ada sama dede! Ibu keluar ke ruang depan!Dede ditinggal!”


Itu persis kata-kata yang keluar waktu lagi pake “cry-it-out“. Setelah aku ajak ngobrol pun Marzi bilang kalau dia masih kesel dan takut ditinggal karena waktu itu. Hmm, sebagai Ibunya yang nyobain metode itu tentu saja saya merasa nyesel dan nyesek ya Bund. Mayan juga nih ada aspek yang perlu unlearn dan re-learn lagi. Kalau baca di teorinya sih, metode “cry-it-out” ini kemungkinan akan berhasil kalau diterapkan sedini mungkin sehingga anaknya masih belum inget apa-apa, atau di toddler yang gak begitu sensitif perasaannya. Nah, aku salah membaca anak sendiri, yang ternyata sangat-sangat sensitif emosinya.


I screwed up, i learned my lesson the hard way. But i am learning nonetheless.

Akhirnya Marziya ulang tahun yang ketiga di Agustus kemarin. Dengan segala kepasrahan dan sisa-sisa tenaga yang ada, Ibu yang deperate ini mulai sounding lagi. Makin lama jawaban Marzi makin positif. Agenda tidur siang pun ditiadakan dulu karena bocilnya gamau dan Ibunya bingung harus gimana lagi. Di waktu ini yang Kami lakukan cuma berdoa banyak-banyak, minta petunjuk dan kemudahan sama Allah supaya Marzi ridho dan gampang prosesnya.

Suatu malam, Ibu terinspirasi untuk bacain zikir sebelum tidurnya dikencengin (biasanya dibisikin), ditambah surat-surat pendek. Alhamdulillah, biizdnillah, Marziya di usia 3 tahun satu bulan akhirnya bisa jatuh terlelap tanpa ninan!! Saking senengnya Aku sampe nangis lho wkwkwk.

Sekarang, Marzi bahkan bisa tidur siang kalau lagi butuh banget, yang penting suasananya tenang dan dizikirin dulu. Langkah selanjutnya ya tentu aja buat jatuh terlelap sendiri, tapi pelan-pelan aja, santai aja. Ternyata bener, ketika permasalahan kita dihadapi dengan berserah diri sama Allah sambil berusaha dengan cara yang diridhoi-nya, insya Allah akan semudah itu dikasih jalan keluarnya :’) Ternyata bener juga, kalau setiap anak punya ritme perkembangannya sendiri-sendiri jadi orang tua santuy aja, yang penting gak melewati batas normal.

Sekian dulu ceritanya, terima kasih untuk kamu yang sudah baca curhatan Ibu-Ibu yang terlalu detil dan tidak to the point ini hihi. Semoga bisa bermanfaat ya, dan untuk orang tua yang ada di posisi yang sama, semangat teruuus!! Listen attentively to your child’s signals dan jangan lupa berdoa yang banyakk!

Captain’s Log: What is Art?

This is going to be a continuous series of writing, along with  my #characterdevelopment. I’m hoping to see how my perspective of the meaning of art changes over time.

Long, long time ago, there were things that spontaneously popped out in my mind everytime i hear the word “art” : artwork, self-thought, self-expression, social critism stuff, self-reflection, humanity, paintings, scluptures, literatures, music, performances, creativity, eccentric people,  long haired and bearded guy, feelings, women in funny hairstyle and turtlenecks.

Lately, i just discovered that art is way more than that . The world of art is a whole new place where you don’t even have to define what art is because there are things that more important to do with it; like what can we do with art in our dialy life, how art is really inseparable with our life as a human being, whats the motive behind an artworks and how people interpret artworks differently. Art involves how we see things, how we interact with our surrounding and how we appreciate every single phenomenon that we find. Art, is about projecting whats inside your head and heart with creation.

Well done, starting a series of writing about “what is art” with a statement  “we dont even have to define it”. But hey, who knows what will happened right?

 

 

Lets be productive in 2018!

Wut?

Catatan awal: tulisan ini ditulis dengan perasaan getek (Sunda) dari awal sampai akhir.

Mungkin karena saya tidak begitu ekspresif tentang hal-hal seperti ini. Mungkin karena saya belum pernah pacaran. Mungkin karena perasaan semacam ini baru bisa saya rasakan terhadap Tuhan, orang tua, keluarga, teman-teman, orang-orang berharga di sekitar saya (salam untuk adik-adik rumah belajar di Cicaheum! :3 ) dan alam semesta. Mereka-mereka ini tidak perlu saya beritahu secara lisan. Mereka bisa langsung merasakan tindakannya dari saya, atau mungkin kalimatnya bersifat tersirat. Perasaan saya terhadap mereka-mereka ini juga terjadi dengan cara yang mulus dan tidak dramatis sama sekali. Mungkin karena itu, saya jadi sangat canggung berbicara tentang perasaan yang satu ini.

Cinta.

Apa ia punya definisi?

Mungkin ada. KBBI pasti punya. Setiap orang pasti punya maknanya secara subjektif. Ada banyak pengertiannya. Namun, cinta yang dibahas di sini dikerucutkan menjadi cinta terhadap potential life partner. Karena cinta yang satu inilah yang paling sering menimbulkan drama di hidup seseorang, penuh polemik dan paling heboh lah pokoknya. Karena cinta yang satu inilah yang biasanya paling sulit untuk diungkapkan, namun urgensinya sangat besar untuk diungkapkan. Untuk itu, saya diminta untuk menanyakan kepada rekan-rekan saya tentang dua hal seputar cinta: apakah ia pernah jatuh cinta? Apa yang menghambat seseorang dalam menyatakan perasaannya kepada si target?

Dari responden yang telah saya wawancarai secara eksklusif, semuanya menjawab bahwa mereka pernah jatuh cinta. Bagi mereka, cinta adalah perasaan peduli, ingin membuat seseorang bahagia, respek dan menginginkan orang yang bersangkutan membalas perasaannya juga. Biasanya, cinta ditandai dengan gejala berupa canggung / jantung berdebar-debar saat berada di sekitar target.

Lalu mengapa orang-orang terhambat dalam menyatakan cinta? Hipotesis saya: malu dan/atau takut ditolak. Namun ternyata, responden saya menjawab hal yang lain. secara umum, hal yang menghambat mereka dalam menyatakan cinta adalah kesiapan diri. Mereka ingin siap baik secara fisik, mental maupun materi sebelum akhirnya membulatkan tekad untuk menyatakan perasaan mereka kepada si target. Hal ini dilakukan karena penghargaan mereka yang tinggi terhadap si target, karena mereka ingin orang yang mendampingi si target ini memiliki kompetensi yang layak lah untuk jadi life partner. Mereka mungkin tipe orang orang yang cenderung menyiapkan dan melaksanakan aksi daripada banyak memberikan janji di awal. Mungkin.

Tapi alasan mereka membuat saya berpikir: apakah semua persiapan ini harus dilakukan dalam total diam? Bagaimana kalau ada orang lain yang lebih dulu menyatakan kepada si target karena mereka lebih dulu merasa siap atau memang dasarnya orang ini lebih nekat? Apa bisa kedua pihak sama sama tau terlebih dahulu, lalu menyiapkan diri bersama sama? Well, sampai sekarang saya belum tau jawabannya apa. Diri di masa depan, tolong jawab, ya! 🙂

 

 

POV

“While Salvador Alende’s democratic regima was being over-thrown by Chillean military in 1973, a cameraman was filming the drama on the street. In his footage, we see an ordinary soldier on a truck to turn the glower, to aim his riffle towards us and to fire. The film jerks but continues. A second shot and the scene falls to the side walk. The unfortunate journalist felt himself isolated from the events because he was peering through a lens. Many scientists consider themselves to be part of such a ‘Fourth Estates’, dispassionate observers as the world unfolds, though few suffer deadly physical damage”

– Stephen Drurry, “Stepping Stones”

LATELY

i am in the mood of throwing things i hold in my hand

literally and figuratively.

Minggu Pagi Musim Hujan

orchid

Nujabes – Imaginary Folklore

Shugo Tokumaru – Suisha

Sigur Ros – Hoppipolla

London Grammar – Hey Now

Banda Neira – Hujan di Mimpi

Bombay Bicycle Club – Luna (BBC Radio 1 Live Lounge)

Kings of Convenience – Mrs Cold

Painting: Orchid by Yevgenia Watts

I’m in love with this song

Ka – ta

Dalam sebuah potongan koran yang tercecer, aku melihat kata-kata yang seperti utopia; terasa asing namun juga  begitu dekat, sangat dekat seperti antarkarbon dalam berlian. Kata-kata itu masuk ke dalam kepalaku, datang bagaikan angin yang kencang. Menyelinap ke semua sudut, mengangkat yang menapak, membuka yang tertutup, menguak yang terlupa dan berlalu.

Kata – kata datang kepadaku, berbaris begitu familiarnya. Sekilas terlihat biasa, yang aku lihat di hari yang biasa. Sekumpulan lekukan garis buatan manusia yang ribuan tahun usianya berderet-deret dengan gaya yang seragam, berderet rapi atas bantuan sesuatu yang bernama aneh: perangkat lunak untuk memroses kata.

Aih, benda maya nan ajaib itu. Aku hampir muak dengan dia.

Hampir.

Kata – kata datang kepadaku, mereka begitu berbeda. Saat sebuah momen bernama baca menyapa, terkuaklah segalanya. Kata – kata yang datang kepadaku, binar dan ledaknya meriah bak supernova, namun juga tenang bagai magnolia di teras rumah sore hari. Begitu ilogikal, begitu manis, begitu hidup. Aku bisa melihat musim-musim berganti padanya, planet – planet berputar, remaja yang berkumpul dan tertawa, pembuat roti, dan karyawan Tata Usaha.

Kata – kata datang kepadaku. Ia mengajakku ke dunianya: imaji

Dalam potongan koran yang tercecer itu, aku melihatnya.

Kata-kata datang kepadaku

namanya Sastra.

Kanayakan Baru, 2014

Human Anatomy

definitely my new favorite female singer

Frau – Tarian Sari